Prodi D-3 Seni Rupa & Desain FSRD Maranatha meramaikan dua acara sekaligus: Maranatha Creative Industry Showcase Day (MCISD) dan Road to Evolusia 2023! Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui; sekali gunting, dua-tiga baju terjahit!
Mereka mengundang tiga orang kakak-kakak alumni yang bagi-bagi pengalaman dan tips supaya perjalanan karir fashion design kita bisa sukses – bahkan sejak bangku kuliah!
Belajar sampai ke akar-akarnya
Kak Yovita Sabatini Daeli (@dael.project) masuk ke prodi ini di tahun 2016. Kak Yovita punya sederet pengalaman fashion show, ngajar, dan prestasi lomba: karyanya pernah dikirim untuk Keimyung International Fashion Show di Daegu, Korea Selatan!
Hal yang paling menarik dari karir fashion Kak Yovita adalah beliau berani coba semuanya sendiri. Waktu itu, Kak Yovita sengaja mampir ke Semarang untuk belajar cara bikin batik.
“Saya observasi ke Semarang … ‘Batik & shibori, kalau digabung, bisa gak yaa?’ Di sana nyoba-nyoba dan puji Tuhan berhasil.”
Post di akun @dael.project sering dilengkapi hashtag dan caption yang menarik supaya karya Kak Yovita bisa trending, misalnya #fashionindonesia dan #fashiondesignindonesia. Ini salah satu rahasia suksesnya, teman-teman: punya second account bukan untuk ngepoin mantan, tapi untuk pamerin portofolio.
Saran Kak Yovita buat adik-adik mahasiswa? “Bikin tugas sepenuh hati, supaya udah lulus [karyanya] masih bisa dipake.” Selain itu, berkaitan dengan niat Kak Yovita untuk belajar sampai ke produksi bahan baku, beliau ngasih saran untuk “usaha sendiri, bukan cuma mau jadinya aja.”
Berani jadi pelaku perubahan
Kak Axel Lemuel Lewi (@axel.lewi) jadi warga Maranatha setahun setelah Kak Yovita masuk. Dari kecil, Kak Axel suka banget sama kain tradisional Indonesia, bahkan selalu jalan-jalan ke mall pakai batik kayak Pak RT.
“Kain dipake siapa aja … Cowo, cewe; dari raja, kaum bangsawan sampe masyarakat biasa/kaum jelata, seumanya pake [kain],” kata Kak Axel. Karena budaya leluhur ini menarik, Kak Axel “keterusan, kesenengan eksplor kain” sampai sekarang.
Kak Axel perhatian banget sama isu sustainability di dunia fashion design. Beliau bersyukur sekarang isu ini udah lebih dipentingkan di FSRD Maranatha, misal dengan adanya matkul wajib Sustainable Fashion yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan pengolahan limbah.
“Dulu sempet ga sreg sama industri fashion. Setelah belajar sustainability, [jadi kaget], kok [industri fashion] sekejam itu,” papar Kak Axel. Salah satu hal yang jadi tren pemborosan adalah bisnis busana pengantin: “Baju heboh, keren, mahal, fantastis … tapi cuma dipake semalem.”
Tadinya, Kak Axel udah cari rencana karir cadangan supaya nggak terlibat di dunia fashion yang nggak sustainable, tapi akhirnya nyemplung juga karena mau bikin perubahan. “Aku fokus sama baju-baju yang bisa dipake ulang. Baju hari besar kamu, baju hari bahagia kamu, bisa kamu simpen, bisa kamu pake berulang-ulang.”
“Aku juga pengen customer punya pola pikir: ‘kalo aku spend uang ini, nanti bisa dipake berapa sering, ya?’ Di balik pembelanjaan, harus ada conscious thinking, ‘dipakenya berapa lama, ya?’”
Selain jadi penggerak sustainability, Kak Axel juga mau bikin perubahan di bidang kesetaraan gender, misalnya dengan bikin karya tugas akhir bertemakan “equality”: “Piece-nya unisex, ga ada gender. Bisa dipake cowok, bisa dipake cewek.”
Salah satu tip sukses Kak Axel itu dengan promosi di media sosial. “Gapapa pake sosmed untuk tujuan pribadi, tapi jangan cuma itu. Dari sisi bisnis, karir – di social media itu banyak banget peluangnya.”
Mendunia berkat fashion
Pembicara terakhir, Kak Crystal Clarissa (SRD 2009), terbang dari Paris demi sharing session MCISD ini, lho! Kak Crystal memang udah punya karir global. Setelah lulus di tahun 2013, beliau langsung bikin bikini untuk America’s Next Top Model season 20, lalu bikin gaun untuk berbagai acara nasional dan internasional seperti Miss World, Miss Indonesia, Miss Earth, dan lain-lain. Desain batik Kak Crystal bahkan pernah ikut Paris Fashion Show!
“Awalnya aku ragu, ga mau pergi karena merasa kurang pantas. Takut dikritik, di-judge … tapi, eh, keterima. Begitu sampe sana, feedbacknya bener-bener bagus … Lumayan terkejut karena mereka appreciate banget,” papar Kak Crystal tentang pengalamannya di Paris.
Katanya, fashion bisa banget mengantarkan kita ke berbagai belahan dunia, selama kita yakin. “Asal jangan mikir, ‘aduh, ga mungkin’, ‘aduh, kayanya susah,’ … Tetep berusaha, pasti ada jalannya.”
Tip berikutnya, Kak Crystal mau kita menyeimbangkan permintaan klien dan kreativitas sebagai desainer. Awalnya, desain Kak Crystal selalu mewah, tapi belakangan bisa juga bikin desain simpel sesuai kemauan klien.
“Dulu [aku] idealis … ‘Desain gua kayak gini, klien harus ikutin gua’ … Tapi setelah lewat 1–2 tahun, ternyata nggak bisa gitu. Kalo nggak, ya, kita ga bisa jualan.”
Sebaliknya, jangan sampai tuntutan klien bikin desain kita jadi biasa-biasa aja, soalnya kreativitas itu hal yang membedakan desainer dengan tukang jahit.
“‘Klien mau apa, turutin.’ Nah, itu juga salah, ga ada kreativitas. [Kita] harus punya ciri khas dikit, tapi jangan idealis.”
***
Begitu, deh, saran dari kakak-kakak Prodi Fashion yang udah sukses. Semoga, dengan pengetahuan baru ini, kita jadi makin semangat belajar dan berkarir! (sj)