Sebagai seorang designer, tentunya merancang, menciptakan, dan memvisualisasikan karya mereka dalam berbagai bidang seperti membuat produk, grafis, ataupun interior. Tentu saja mereka juga berusaha untuk menggabungkan elemen tradisional dan modern untuk menciptakan karya yang inovatif. Bersama dengan Pak Erwin dan Pak Sandy, mereka akan menceritakan pengalaman mereka di BACC Exhibition ( Bangkok Art Creative Center) di Bangkok,Thailand dimana mereka membuat karya-karya yang tentunya bisa menginspirasi kita semua
Pertama ada Pak Erwin yang merupakan seorang dosen yang mengajar di bagian Desain Interior, dimana pada awal bulan Juni 2024 beliau mengikuti BACC Exhibition yang merupakan proyek S3 dari beliau. Pak Erwin ini mengambil tema yakni mengangkat budaya pattern dari kain Sumba, khususnya kain Sumba Timur yang ditransformasikan ke dalam cahaya dan bayangan dengan medianya yang adalah lampu. Beliau ingin meneliti dan mendalam pattern dari kain Sumba Timur ini, lalu nantinya akan dimodernkan dan diterapkan ke dalam produk lampu kontemporer. Tentunya dalam membuat suatu karya, pasti ada inspirasinya yakni Pak Erwin ingin mengangkat budaya Indonesia itu dilihat oleh seluruh dunia karena budaya Indonesia itu sangatlah beragam. Tantangan Pak Erwin dalam membuat produk lampu kontemporer ini ialah bagaimana beliau bisa mempertahankan makna dari pattern kain Sumba ini.
“Inspirasi saya itu Sebenarnya saya ingin mengatakan budaya Indonesia karena budaya Indonesia sangat sangat beragam sangat unik dan patut dilihat di Kancah dunia gitu saya mengambil yang tadi saya sebutin adalah pattern Sumba, karena untuk pattern sumba juga masih belum ada produk lain selain kain tenun gitu Jadi saya ingin mengangkat kain Sumba lalu saya terapkan ke dalam produk-produk kontemporer lainnya selain kayu. Dalam membuat produk lampu kontemporer ini tantangan besarnya itu adalah bagaimana saya mempertahankan arti makna dari pattern Sumba yang memang sangat filosofi sekali supaya tidak hilang. Lalu tantangan lainnya yaitu saya tidak bisa menjiplak, jadi harus sangat hati-hati dan perlu juga metode atau tools untuk membuat metode yang baru tapi tetap terinspirasi dari pattern kain Sumba,” papar Erwin Ardianto Halim, S.Sn., M.F.A., Ph.D., HDII.
Pak Erwin mengatakan bahwa pattern kain Sumba ini sangat menarik karena filosofinya yang berkaitan dengan alam, keunikannya, dan cara mereka membuat kain tersebut.
“Pattern Sumba itu sangat menarik yaitu yang pertama dari filosofinya yang berkaitan dengan alam, lalu sangat berkaitan dengan kepercayaan dari masyarakat Sumba Timur tersebut. Tidak hanya itu namun keunikannya, bentuknya, dan dari cara mereka membuat kain tersebut. Cara mereka membuat juga bukan satu atau dua hari jadi karena perlu proses yang panjang dan yang paling penting sih artinya yang menjadi kepercayaan dan menjadi keunikan buat di komunitas di sumba timur tersebut,” papar Erwin Ardianto Halim, S.Sn., M.F.A., Ph.D., HDII.
Berikutnya ada Pak Sandy yang dimana beliau merupakan seorang dosen Desain Komunikasi Visual yang diundang ke BACC Exhbition di awal bulan Juni 2024 dan karya yang dipamerkan adalah desaining Batik 3 Negeri dimana Batik Tiga Negeri ini sangat fenomenal di dunia Batik Indonesia karena konsepnya itu ialah memproduksi batik di tiga lokasi yang berbeda.
“Jadi di BACC Exhibition ini karya yang dipamerkan itu desaining batik 3 negeri dimana batik tiga negeri ini kalau bisa dibilang ya sangat fenomenal di dunia batik Indonesia karena konsepnya itu adalah memproduksi batik di tiga lokasi berbeda jadi ini dilakukannya ketika belum ada penggunaan pewarna sintetis jadi waktu itu masih menggunakan penggunaan pewarna yang halal. Di akhir abad ke-19 karena batik menggunakan pewarna sintetis itu baru ada tahun 1910 jadi semua batik yang diproduksi sebelum tahun 1940 itu menggunakan pewarna halal. Sejarah batik tiga negeri itu usaha para pengusaha batik di pesisir Jawa,” papar Sandy Rismantojo, S.Sn., M.Sc.
Pak Sandy menceritakan pembuatan kain Batik 3 Negeri yang sangat unik dimana kain Batik 3 Negeri ini menggambarkan ciri khas di kain tersebut dimana terdapat 3 gaya dari setiap wilayahnya karena untuk membuat kain Batik Tiga Negeri ini perlu berpindah-pindah tempat yang diawali dengan 3 tempat yang berbeda di Jawa hingga mulai dikembangkan lagi menjadi 3 negara yang berbeda.
“Untuk membuat kain batik tersebut perlu pindah-pindah tempat karena lebih baik warna merah dulu dibandingkan dengan warna yang lain dimana merahnya itu dilaser, setelah itu pindah lagi ke Semarang atau Kudus untuk pewarnaan birunya, lalu pindah lagi ke Yogyakarta untuk pewarnaan slogannya. Total produksinya bisa sampai 300km karena bikinnya di 3 wilayah yang berbeda untuk membuat 1 kain, sehingga bisa dibilang kain batik 3 negeri ini itu premium. Keunikan dari kain batik 3 negeri ini ialah menggambarkan ciri khas visualnya di kain tersebut, jadi kalau bisa dibilang itu ditemukan di 3 wilayah dimana ada 3 gaya dari setiap wilayahnya. Mulai dikembangkan lagi yang awalnya di tiga tempat berbeda di Jawa itu dikembangkan jadi 3 tempat di 3 negara yang berbeda. Pemilihannya juga berdasarkan wilayah atau negara yang memang punya budaya membatik yakni Indonesia Malaysia dan Thailand, tapi berdasarkan hasil penelitian juga batik itu memang menyebar dari Jawa masuk ke Malaysia lalu dari Malaysia menyebar ke Thailand jadi memang tetap pengaruhnya dari Jawa. Setiap wilayah akhirnya mengembangkan batik itu sendiri misalnya Malaysia ya Malaysia kan karena Islam yang kuat mereka menghindari bentuk-bentuk makhluk hidup jadi dia banyaknya membuat batik dengan motif bunga dan Thailand juga ada style nya sendiri dalam membuat batik, ” papar Sandy Rismantojo, S.Sn., M.Sc.
Pak Sandy juga menjelaskan teknik yang beliau pakai dalam karyanya dimana batik itu bisa berjalan seiringan dengan perubahan zaman waktu yang sekarang sudah semakin modern. Sehingga konsep dari karya Pak Sandy yang di pamerkan dalam pameran tersebut itu merupakan tradisional yang kemudian dikembangkan menjadi digitalisasi.
“Disini saya mau cari satu cara bagaimana batik itu bisa berjalan seiringan dengan perubahan zaman waktu. Setelah diproduksi secara tradisional dipindahkan menjadi digital dan dipotong atau di scan itu, tujuannya adalah karena batik itu nggak ada yang sama tapi batik itu hanya akan ada satu batik,misalnya dijual jadi milik orang lain. Jadi nggak ada nggak ada barang yang sama yaitu bisa dibilang sebenarnya satu batik itu udah satu karya seni yang harusnya dia bisa berkembang. Jadi konsep dari projek saya ini selain dibuat secara tradisional lalu ke digitalisasi supaya bisa diproduksi lebih banyak, namun terbatas karena tetap harus dijaga nilainya. Saya dapat ide dari teknik yang istilahnya berupa lipatan itu, sehingga sisi ini bisa di print gambar berbeda jadi nanti ketika bergerak itu isinya ada dua desain dalam satu kain itu kan konsepnya sama juga dengan Batik Tiga Negeri ya dalam satu kain ada tiga visual itu diterapin kan jadi satu sisi ada yang luar negeri dan ada tiga negeri,” papar Sandy Rismantojo, S.Sn., M.Sc.
Di zaman yang sudah modern ini, tentunya para desainer sudah menggunakan teknologi yang canggih salah satunya dengan cara digitalisasi. Kita bisa lihat dari karya Pak Erwin dan Pak Sandy dimana mereka juga sama-sama menggunakan cara yang digital dalam membuat karyanya. Pak Erwin dan Pak Sandy merasa bahwa teknologi yang ada saat ini sangat penting dimana kita harus bisa melek dan jangan takut dengan teknologi saat ini karena dengan teknologi bisa membantu kita untuk membuat karya-karya yang inovatif dan relevan. Terutama bagi mahasiswa/siswi yang mengambil jurusan desain harus tahu bahwa teknologi yang ada saat ini sangatlah penting sehingga karya-karya yang dihasilkan pun akan tetap diingat sepanjang masa. Walaupun begitu kita arus tetap bijak dalam memakai teknologi seperti AI, dimana harus mengeluarkan ciri khasnya masing-masing di dalam karya yang dibuat, sehingga cara manual itu harus tetap ada. Pak Sandy dan Pak Erwin juga menghimbau untuk jangan takut dengan teknologi yang saat ini, melainkan kita harus sejalan karena kemajuan teknologi ini bisa memperkaya desain kita.
“Teknologi itu sangat penting sekali apalagi di dunia modern saat ini ya kebetulan yang karya saya itu juga karena terinspirasi dari tradisional Sumba lalu saya menggunakan teknik namanya teori etno matematik jadi saya mencari bentuk dasar dengan cara tersebut atau dengan teknologi seperti blooming flower jadi istilahnya lampu tersebut bisa bergerak buka tutup, lalu dengan sistem pembuatannya dengan cutting laser, dengan material teknologi yang saat ini sangat sangat membantu sekali dan sangat penting sehingga si value dari produk itu menjadi tinggi ada value tradisionalnya dan ada value teknologinya dan ada value kekiniannya. Juga mahasiswa sekarang harus melek ya dengan teknologi saat ini apalagi memang teknologi kan sudah berkembang dimana mereka harus tahu dan itu penting sekali sehingga karya-karya yang dihasilkan juga bukan cuman sekali dibuat menggunakan teknologi tapi karya-karya mereka akan tetap diingat sepanjang masa. Saya yakin dengan adanya karya mahasiswa yang sudah bagus konsepnya, desainnya, lalu ditambah teknologi maka akan menghasilkan karya yang lebih dihargai di dunia luar ,di industri kreatif. Jadi saya harap mahasiswa tetep harus lihat teknologi, tapi bukan menjadikan teknologi sebagai shortcut sebagai ya istilahnya oke biar cepat, tapi teknologi itu melengkapi karya yang sudah ada,” papar Erwin Ardianto Halim, S.Sn., M.F.A., Ph.D., HDII.
“Teknologi saat ini sudah pasti sangat dibutuhkan oleh mahasiswa/siswi. Manual itu tetap diperlukan sebagai dasar mereka dalam dunia desain apalagi sekarang sudah ada teknologi AI dimana tujuannya itu membantu bukan menjadi designer, tapi designer itu harus bisa memanfaatkan teknologi AI ini. Walaupun kita memakai AI, tapi tetep yang akan keluar itu adalah ciri khas masing-masing dari designer. Jadi mahasiwa/siswi mau tidak mau harus mengikuti perkembangan, tapi jangan melupakan gaya sendiri. Maka dari itu cara manual itu harus tetap ada karena cara itu bisa membuat kalian mencari jati diri desain kamu itu apa. Jangan takut dengan teknologi melainkan kita harus sejalan karena dengan kemajuan teknologi ini bisa memperkaya desain kita.” papar Sandy Rismantojo, S.Sn., M.Sc.
Pak Erwin dan Pak Sandy berharap dengan karya-karya mereka yang telah dipamerkan di BACC Exhibition ini, para calon desainer bisa menerapkan tradisional Indonesia yang inspirasinya dari tradisional Indonesia atau apapun itu. Lalu dibuat kembali ke produk-produk kontemporer yang memang terinspirasi dari tradisional tanpa menghilangkan dan menjiplak dari bentuk-bentukan tradisional yang sudah ada karena itu sangat possibble, walaupun memang harus riset mendalam namun saat diterapkan itu sangat-sangat bisa dan juga Indonesia itu sangat beraneka ragam. Hal yang penting juga ialah desainer kita itu harus ada ciri khas nya masing-masing dan kita itu sangat diuntungkan banget karena Indonesia itu sangat beranekaragam. Jadi kita perlu menggali budaya Indonesia karena banyak sekali untuk bisa diolah kembali dan nantinya desain kita akan lebih kayak dibandingkan desain yang lain. Maka dari itu berbanggalah terhadap tradisional Indonesia, karena di luar sana tradisional Indonesia itu sangat dihargai dan itu bisa menjadi identitas kita kalau ada di luar serta manfaatkanlah kekayaan Indonesia ini untuk membuat karya-karya yang semakin maju kedepannya.
Artikel oleh :
Anthonia Sylvia
- Januari 2025
- Desember 2024
- November 2024
- Oktober 2024
- September 2024
- Agustus 2024
- Juni 2024
- Mei 2024
- Maret 2024
- Desember 2023
- September 2023
- Agustus 2023
- Juli 2023
- Juni 2023
- Mei 2023
- Maret 2023
- Februari 2023
- Januari 2023
- Desember 2022
- November 2022
- Oktober 2022
- September 2022
- Agustus 2022
- Juli 2022
- Juni 2022
- Mei 2022
- Maret 2022
- Februari 2022
- Januari 2022
- Desember 2021
- November 2021
- Oktober 2021
- Agustus 2021
- Februari 2021
- Agustus 2020
- Juli 2019
- Mei 2019
- Mei 2018
- April 2018
- Februari 2018
- Januari 2018
- Desember 2017
- November 2017
- Oktober 2017
- September 2017
- Agustus 2017
- Februari 2017