Stanislaus Joshua , 06 Des 2023

Belajar lewat kuliah di kelas memang bisa menambah ilmu kita, tapi ada hal yang nggak kalah penting: belajar dari pengalaman orang lain! MCISD 2023 dibuka dengan kuliah umum dari Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Jawa Barat tentang tren dan perkembangan desain interior terkini.

Sesi kuliah umum yang santai kayak talk show ini dimoderatori oleh Kak Indra P. Kusumah. Sebagai penggerak Minetalks (@minetalksshow), gaya bicara Kak Indra luwes banget dan mampu jadi jembatan untuk narasumber & audiens.

Selain Kak Indra, ada dua praktisi industri desain interior di panggung. HDII Jawa Barat nggak tanggung-tanggung mengutus ketuanya, Kang Didiet Harijanto, untuk berbagi pengalaman. Supaya sudut pandangnya nggak terbatas dari sisi desainer, ada juga orang yang profesinya masih erat dengan dunia interior: Bu “Kapten” Maria dari PT. Eterniti Sarana Berkat, perusahaan supplier furnitur interior, seperti langit-langit, kunci, dan karpet.

 

Sepak terjang karir

 

Bu Maria disebut “Kapten” karena berhasil mendaki tangga karir: beliau adalah lulusan D-3 Sekretaris yang sering dapat kenaikan jabatan karena rajin bekerja. Akhirnya, Bu Kapten sukses jadi pemilik langsung PT. Eterniti Sarana Berkat di tahun 2009. Katanya, kalau dirinya yang bergelar diploma aja bisa sukses, apalagi teman-teman FSRD Maranatha yang nantinya punya gelar sarjana.

Perjalanan karir Kang Didiet juga berkelok-kelok: lulusan Seni Patung ini sempat bekerja di bidang teknik sipil dan teknik mesin sebelum akhirnya jadi anggota (dan kemudian ketua) HDII Jawa Barat.

 

“Berarti, itu ada benang merahnya: kegigihan,” ujar Kak Indra menanggapi sejarah para narasumber. “Di situ ada konsistensi, integritas, komitmen.”

 

Adaptasi di zaman digital

 

Riwayat kerja Bu Maria dan Kang Didiet yang sudah panjang bikin Kak Indra teringat sesuatu–profesi mereka udah dimulai sebelum zaman digital. Mereka melewati era (semi-)analog dan masih bertahan di era digital. Gimana, sih, prosesnya?

 

Kang Didiet ingat situasi kantor desainer interior di tahun 90-an: meja gambar sebesar ruangan, dilengkapi kertas yang sama besarnya, dan alat-alat seperti cutter dan penggaris. “Badan kita ada yang sampe kebawa emosi, naik-naik ke meja [waktu menggambar].” Proses desain ini tadinya butuh waktu berbulan-bulan, tapi transformasi digital bikin semuanya jadi lebih cepat.

Transformasi digital juga bikin pekerjaan Bu Maria jadi lebih mudah. “Kalau dulu ada yang butuh karpet–customer, klien, arsitek–kita harus [ketemuan] dulu … sekarang tinggal pesen Go-jek, [sampel barangnya] sebentar sampe.”

 

“Kakak-kakak ini baru mengalami transformasi digital dan langsung cepat beradaptasi memanfaatkan digitalisasi … Temen-temen lahir di zaman digital … ga boleh terlena. Harus lebih cepet lagi, nih, harus lebih efisien,” kata Kak Indra.

 

“Jika kita mau maju, kita harus mengikuti arus perkembangan … Otomatis, yang mau mengikuti akan berkembang, yang tidak mau mengikuti akan tertinggal,” tutur Bu Maria tentang pengalamannya beradaptasi ke era modern. “Makanya, di usia sekarang, saya masih mau belajar.”

 

AI: pengganti desainer?

 

Bicara tentang perkembangan teknologi belum lengkap kalau belum bahas artificial intelligence (AI). Kang Didiet setuju bahwa AI dan software lain yang membantu proses desain adalah hal yang sangat memudahkan dan membantu, namun tetap harus ada batasnya. Selain itu, Kak Indra bilang, kita harus memperkuat diri kita dengan hal-hal positif seperti branding dan kemampuan komunikasi supaya kita nggak tergantikan oleh AI.

 

“Kita udah punya AI. Kita butuh apa dari Anda [seorang profesional yang bisa digantikan oleh AI]?”

 

Untungnya, ada hal-hal di dunia desain interior yang masih perlu “sentuhan manusia” – secara harfiah dan tidak harfiah. Kang Didiet bilang, perasaan manusia adalah hal yang membedakan seorang desainer dengan AI. Lalu, kita tinggal di dunia fisik, bukan dunia maya: “[Kita] ga bisa 100% mengandalkan AI atau digitalisasi. Misal, karpet harus dirasakan teksturnya juga … menurut saya, harus ada sinergi yang betul-betul selaras,” kata sang bos PT. Eterniti.

 

Tren desain 2024

 

Kang Didiet memaparkan beberapa hal yang perlu ada supaya desain tetap eksis di tahun depan, misalnya keterlibatan masyarakat, budaya, dan dampak sosial & lingkungan. Bu Maria juga setuju dengan poin environmental impact.

 

Kata Kak Indra, sustainability itu “sebuah langkah penyelamatan dunia secara makro yang turun ke sektor-sektor”. Upaya ekologi ini bisa jadi investasi baru, sama seperti perkembangan teknologi. “Akan jadi masif. Tapi, siapa yang me-masif-kannya kalau bukan kita? Jadi, jangan malu mengupayakan supaya desain-desain kita punya environmental impact yang baik.”

 

Let’s Collaborate, Stronger Together!

 

Terakhir, Kang Didiet dan Bu Maria juga titip pesan supaya ada kolaborasi di dalam proses desain, di antara desainer, klien/pemilik proyek, supplier, dan pembuat kebijakan, supaya desain kita tepat guna dan sesuai dengan ekspektasi orang lain.

 

HDII menawarkan kesempatan buat kita mahasiswa untuk jadi anggota afiliasi HDII: sebagai anggota, mahasiswa bisa berkolaborasi dengan anggota-anggota HDII lain untuk mendapatkan bimbingan.

Di ujung acara, Minetalks dan HDII menyatakan deklarasi untuk memberi warna bagi pendidikan di FSRD Maranatha. Bravo! (sj)